A. SEJARAH KABUPATEN GOWA
Sebelum Kerajaan Gowa
terbentuk, terdapat 9 (sembilan) Negeri atau Daerah yang masing-masing
dikepalai oleh seorang penguasa yang merupakan Raja Kecil. Negeri ini ialah
Tombolo, Lakiung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling dan
Sero. Pada suatu waktu Paccallayya bersama Raja-Raja kecil itu masygul karena
tidak mempunyai raja, sehingga mereka mengadakan perundingan dan sepakat
memohon kepada Dewata agar menurunkan seorang wakilnya untuk memerintah Gowa.
Peristiwa ini terjadi pada
tahun 1320 (Hasil Seminar Mencari Hari Jadi Gowa) dengan diangkatnya Tumanurung
menjadi Raja Gowa maka kedudukan sembilan raja kecil itu mengalami perubahan,
kedaulatan mereka dalam daerahnya masing-masing dan berada di bawah
pemerintahan Tumanurung Bainea selaku Raja Gowa Pertama yang bergelar Karaeng
Sombaya Ri Gowa.
Raja kecil hanya merupakan
Kasuwiyang Salapanga (Sembilan Pengabdi), kemudian lembaga ini berubah menjadi
Bate Salapang (Sembilan Pemegang Bendera).
MASA
KERAJAAN
Pada tahun 1320 Kerajaan Gowa
terwujud atas persetujuan kelompok kaum yang disebut Kasuwiyang-Kasuwiyang dan
merupakan kerajaan kecil yang terdiri dari 9 Kasuwiyang yaitu Kasuwiyang
Tombolo, Lakiyung, Samata, Parang-parang, Data, Agang Je’ne, Bisei, Kalling,
dan Sero.
Pada masa sebagai kerajaan,
banyak peristiwa penting yang dapat dibanggakan dan mengandung citra nasional
antara lain Masa Pemerintahan I Daeng Matanre Karaeng Imannuntungi Karaeng
Tumapa’risi Kallonna berhasil memperluas Kerajaan Gowa melalui perang
dengan menaklukkan Garassi, Kalling, Parigi, Siang (Pangkaje’ne), Sidenreng,
Lempangang, Mandalle dan lain-lain kerajaan kecil, sehingga Kerajaan Gowa
meliputi hampir seluruh dataran Sulawesi Selatan.
Di masa kepemimpinan Karaeng
Tumapa’risi Kallonna tersebutlah nama Daeng Pamatte selaku Tumailalang yang
merangkap sebagai Syahbandar, telah berhasil menciptakan aksara Makassar yang
terdiri dari 18 huruf yang disebut Lontara Turiolo.
Pada tahun 1051 H atau tahun
1605 M, Dato Ribandang menyebarkan Agama Islam di Kerajaan Gowa dan tepatnya
pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1051 H atau 20 September 1605 M, Raja I
Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk agama Islam dan mendapat gelar
Sultan Alauddin. Ini kemudian diikuti oleh Raja Tallo I Mallingkaang Daeng
Nyonri Karaeng Katangka dengan gelar Sultan Awwalul Islam dan beliaulah yang
mempermaklumkan shalat Jum’at untuk pertama kalinya.
Raja I Mallombasi Daeng
Mattawang Karaeng Bontomangape Muhammad Bakir Sultan Hasanuddin Raja Gowa ke
XVI dengan gelar Ayam Jantan dari Timur, memproklamirkan Kerajaan Gowa
sebagai kerajaan maritim yang memiliki armada perang yang tangguh dan kerajaan
terkuat di Kawasan Indonesia Timur.
Pada tahun 1653 – 1670,
kebebasan berdagang di laut lepas tetap menjadi garis kebijaksanaan Gowa di
bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin. Hal ini mendapat tantangan dari VOC yang
menimbulkan konflik dan perseteruan yang mencapai puncaknya saat Sultan
Hasanuddin menyerang posisi Belanda di Buton.
Akibat peperangan yang terus
menerus antara Kerajaan Gowa dengan VOC mengakibatkan jatuhnya kerugian dari
kedua belah pihak, oleh Sultan Hasanuddin melalui pertimbangan kearifan dan
kemanusiaan guna menghindari banyaknya kerugian dan pengorbanan rakyat, maka
dengan hati yang berat menerima permintaan damai VOC.
Pada tanggal 18 November 1667
dibuat perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bungaya (Cappaya ri Bungaya).
Perjanjian tidak berjalan langgeng karena pada tanggal 9 Maret 1668, pihak
Kerajaan Gowa merasa dirugikan. Raja Gowa kembali dengan heroiknya mengangkat
senjata melawan Belanda yang berakhir dengan jatuhnya Benteng Somba Opu secara
terhormat. Peristiwa ini mengakar erat dalam kenangan setiap patriot Indonesia
yang berjuang gigih membela tanah airnya.
Sultan Hasanuddin
bersumpah tidak sudi bekerja sama dengan Belanda dan pada tanggal 1 Juni
1669 meletakkan jabatan sebagai Raja Gowa ke XVI setelah hampir 16 tahun
melawan penjajah. Pada hari Kamis tanggal 12 Juni 1670 Sultan Hasanuddin
mangkat dalam usia 36 tahun. Berkat perjuangan dan jasa-jasanya terhadap bangsa
dan negara, maka dengan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973
tanggal 16 Nopember 1973, Sultan Hasanuddin dianugerahi penghargaan sebagai
Pahlawan Nasional.
Dalam sejarah berdirinya
Kerajaan Gowa, mulai dari Raja Tumanurung Bainea sampai dengan setelah era Raja
Sultan Hasanuddin telah mengalami 36 kali pergantian Somba (raja) sebagaimana
terlihat pada tabel berikut :
Nama-Nama Raja Kerajaan Gowa dari Tahun 1320 s/d 1957
No.
|
Nama Raja
|
Periode
|
1.
|
Tumanurung Bainea (Putri Ratu)
|
-
|
2.
|
Tamasalangga Baraya
|
1320 - 1345
|
3.
|
I Puang Loe Lembang
|
1345 - 1370
|
4.
|
I Tuniata Banri
|
1370 - 1395
|
5.
|
Karampang Ri Gowa
|
1395 - 1420
|
6.
|
Tunatangka Lopi
|
1420 - 1445
|
7.
|
Batara Gowa Tuniawangngang Ri Paralakkenna
|
1445 - 1460
|
8.
|
IPakereÕ Tau Tunijallo Ri Passukki
|
1460
|
9.
|
Dg. Matanre Krg. Mangngutungi TumapaÕrisi
Kallonna
|
1460 - 1510
|
10.
|
I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tunipallangga Ulaweng.
|
1510 - 1546
|
11.
|
I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng DataÕ
Tunibatta
|
1546 - 1565
|
12.
|
I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng
Bontolangkasa Tunijallo.
|
1565 (40 hari)
|
13.
|
I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Karaeng
Bontolangkasa Tunipasulu Tumenanga Ri Butung.
|
1565 - 1590
|
14.
|
I Mangngerangi Daeng Manrabbia Sultan
Alauddin Tumenanga Ri Gaukanna
|
1590 - 1593
|
15.
|
I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiung
Sultan Malikussaid Tumenanga Ri Papan Batuna.
|
1593 - 1639
|
16.
|
I Mallombasi Dg Mattawang Muhammad Basir
Karaeng Bontomangape Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Ballapangka.
|
1639 - 1653
|
17.
|
I Mappasomba Daeng Nguraga Karaeng Lakiung
Sultan Amir Hamzah Tumammalianga Ri Allu.
|
1653 - 1669
|
18.
|
I Mappaossong Daeng Mangewai Karaeng Bisei
Sultan Muhammad Ali Tumenanga Ri Jakattara.
|
1669 - 1674
|
19.
|
I Mappadulung Daeng Mattimung Karaeng Sanro
BoneSultan Abdul Jalil Tumenanga Ri Lakiung.
|
1674 - 1677
|
20.
|
La Pareppa Tu Sappewalia Karaeng AnaÕ
Moncong Sultan Ismail Tumenanga Ri Somba Opu.
|
1677 - 1709
|
21.
|
I MappauÕrangi Karaeng Boddia Sultan
Sirajuddin Tumenanga Ri Passiringanna.
|
1709 - 1711
|
22.
|
I Manrabia Karaeng Kanjilo Sultan Najamuddin
Tumenanga Ri Jawaya.
|
1712 - 1724
|
23.
|
I MappauÕrangi Karaeng Boddia Sultan Sirajuddin
Tumenenga Ri Passiringanna (Kedua kalinya)
|
1724 - 1729
|
24.
|
I Mallawagau Karaeng Lempangang Sultan Abdul
Khair Al Mansyur Tumenanga Ri Gowa.
|
1729 - 1735
|
25.
|
I Mappababbasa Sultan Abdul Kudus Tumenanga
Ri Bontoparang.
|
1735 - 1742
|
26.
|
Amas Madina ÒBatara Gowa IIÓ Sultan Usman
(diasingkan ke Sailon oleh Belanda)
|
1742 - 1753
|
27.
|
I Mallisu Jawa Daeng Riboko Karaeng
Tompobalang Sultan Maduddin Tumenanga Ri Tompobalang.
|
1753 - 1767
|
28.
|
I Temmasongeng / I Makkaraeng Karaeng
Katangka Sultan Zainuddin Tumenanga Ri Mattoanging.
|
1767 - 1769
|
29.
|
I Mannawarri / I Sumaele Karaeng
Bontolangkasa Karaeng Mangasa Sultan Abdul Hadi Tumenanga Ri Sambungjawa.
|
1769 - 1778
|
30.
|
I Mappatunru / I Manginyarang Krg
Lembangparang Sultan Abdul Rauf Tumenanga Ri Katangka.
|
1778 - 1810
|
31.
|
La Oddangriu Daeng Mangeppe Karaeng Katangka
Sultan Muhammad Zainal Abidin Abd. Rahman Amiril MuÕminin Tumenanga Ri
Suangga
|
1825 - 1826
|
32.
|
I Kumala Daeng Parani Karaeng Lembangparang
Sultan Abdul Kadir Aididin Tumenanga Ri Kakuasanna.
|
1826 - 1893
|
33.
|
I Mallingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka
Sultan Muhammad Idris Tumenanga Ri KalaÕbiranna.
|
1893 - 1895
|
34.
|
I Makkulau Daeng Serang Karaeng
Lembangparang Sultan Muhammad Husain Tumenanga Ri BunduÕna.
|
1895 - 1906
|
35.
|
I Mangngi-mangngi Daeng Mattutu Karaeng
Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin Karaeng Ilanga Tumenaga Ri
Sungguminasa.
|
1906 - 1946
|
36.
|
Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang
Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin Tumenanga Ri Jongaya.
|
1946 - 1957
|
Masa Kemerdekaan
ada tahun 1950 berdasarkan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 Daerah Gowa terbentuk sebagai Daerah Swapraja
dari 30 daerah Swapraja lainnya dalam pembentukan 13 Daerah Indonesia Bagian
Timur. Sejarah Pemerintahan Daerah Gowa berkembang sesuai dengan sistem
pemerintahan negara. Setelah Indonesia Timur bubar dan negara berubah menjadi
sistem Pemerintahan Parlemen berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara
(UUDS) tahun 1950 dan Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1957, maka daerah
Makassar bubar.
Pada tanggal 17 Januari 1957
ditetapkan berdirinya kembali Daerah Gowa dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan ditetapkan sebagai daerah Tingkat II . Selanjutnya dengan
berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pemerintahan Daerah untuk
seluruh wilayah Indonesia tanggal 18 Januari 1957 telah dibentuk Daerah-daerah
Tingkat II.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
29 tahun 1957 sebagai penjabaran Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 mencabut
Undang-Undang Darurat No. 2 Tahun 1957 dan menegaskan Gowa sebagai Daerah
Tingkat II yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk operasionalnya
dikeluarkanlah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor U.P/7/2/24 tanggal 6
Pebruari 1957 mengangkat Andi Ijo Karaeng Lalolang sebagai Kepala Daerah yang
memimpin 12 (dua belas) Daerah bawahan Distrik yang dibagi dalam 4
(empat) lingkungan kerja pemerintahan yang disebut koordinator masing-masing :
a. Koordinator Gowa Utara, meliputi Distrik Mangasa, Tombolo,
Pattallassang, Borongloe, Manuju dan Borisallo. Koordinatornya berkedudukan di
Sungguminasa.
b. Koordinator Gowa Timur, meliputi Distrik Parigi, Inklusif Malino
Kota dan Tombolopao. Koordinatonya berkedudukan di Malino.
c. Koordinator Gowa Selatan, meliputi Distrik Limbung dan Bontonompo.
Koordinatornya berkedudukan di Limbung.
d.
Koordinator Gowa Tenggara, meliputi Distrik Malakaji,
koordinatornya berkedudukan di Malakaji.
Pada tahun 1960 berdasarkan
kebijaksanaan Pemerintah Pusat di seluruh Wilayah Republik Indonesia diadakan
Reorganisasi Distrik menjadi Kecamatan. untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa
yang terdiri dari 12 Distrik diubah menjadi 8 Kecamatan masing-masing :
a.
Kecamatan Tamalate dari Distrik Mangasa dan Tombolo.
b.
Kecamatan Panakkukang dari Distrik Pattallassang.
c.
Kecamatan Bajeng dari Distrik Limbung.
d.
Kecamatan Pallangga dari Distrik Limbung.
e.
Kecamatan Bontonompo dari Distrik Bontonompo
f.
Kecamatan Tinggimoncong dari Distrik Parigi dan Tombolopao
g.
Kecamatan Tompobulu dari Distrik Malakaji.
h.
Kecamatan Bontomarannu dari Distrik Borongloe, Manuju dan
Borisallo.
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 1971 tentang perluasan Kotamadya Ujung Pandang
sebagai Ibukota Propinsi, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Gowa
menyerahkan 2 (dua) Kecamatan yang ada di wilayahnya, yaitu Kecamatan
Panakkukang dan sebagian Kecamatan Tamalate dan Desa Barombong Kecamatan
Pallangga (seluruhnya 10 Desa) kepada Pemerintah Kotamadya Ujung Pandang.
Terjadinya penyerahan sebagian
wilayah tersebut, mengakibatkan makna samarnya jejak sejarah Gowa di masa
lampau, terutama yang berkaitan dengan aspek kelautan pada daerah Barombong dan
sekitarnya. Hal ini mengingat, Gowa justru pernah menjadi sebuah Kerajaan
Maritim yang pernah jaya di Indoneia Bagian Timur, bahkan sampai ke Asia
Tenggara.
Dengan dilaksanakannya
Undang-Undang Nomor 51 tahun 1971, maka praktis wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Gowa mengalami perubahan yang sebelumnya terdiri dari 8 (delapan)
Kecamatan dengan 56 Desa menjadi 7 (tujuh) Kecamatan dengan 46 Desa.
Sebagai akibat dari perubahan
itu pula, maka Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa berupaya dan menempuh
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang didukung oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Sulawesi Selatan dengan membentuk 2 (dua) buah Kecamatan yaitu Kecamatan Somba
Opu dan Kecamatan Parangloe.
Guna memperlancar pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan masyarakat Kecamatan Tompobulu, maka berdasarkan
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan
No.574/XI/1975 dibentuklah Kecamatan Bungaya hasil pemekaran Kecamatan
Tompobulu. Berdasarkan PP No. 34 Tahun 1984, Kecamatan Bungaya di
defenitifkan sehingga jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa menjadi 9 (sembilan).
Selanjutnya pada tahun 2006,
jumlah kecamatan di Kabupaten Gowa telah menjadi 18 kecamatan akibat adanya
pemekaran di beberapa kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan definitif pada
tahun 2006 sebanyak 167 dan 726 dusun/lingkungan.
Dalam sejarah perkembangan
pemerintahan dan pembangunan mulai dari zaman kerajaan sampai dengan era
kemerdekaan dan reformasi, wilayah Pemerintah Kabupaten Gowa telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Sebagai daerah agraris yang berbatasan langsung
dengan Kota Makassar Ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan menjadikan Kabupaten
Gowa sebagai daerah pengembangan perumahan dan permukiman selain Kota Makassar.
Kondisi ini secara gradual
menjadikan daerah Kabupaten Gowa yang dulunya sebagai daerah agraris sentra
pengembangan pertanian dan tanaman pangan yang sangat potensial, juga menjadi
sentra pelayanan jasa dan perekonomian.
A. ARTI
DAN MAKNA LAMBANG KABUPATEN GOWA
- Dasar lambang warna putih melambangkan tanda suci dengan itikad yang luhur untuk mencapai cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
- Bentuk bingkai persegi lima warna hitam adalah melambangkan Pancasila Dasar dan Falsafah Negara Republik Indonesia.
- Buah padi berwarna kuning emas dan buah kapas berwarna putih melingkari bingkai persegi lima, perlambang kemakmuran.
- Bagian depan terdapat tangga berwarna hitam bertuliskan Gowa dengan huruf latin warna putih menghubungkan buah padi dan kapas, perlambang Gowa siap melaksanakan pembangunan yang bertahap.
- Depan benteng nampak terpancang dua buah meriam warna merah, dimukanya bertengger seekor ayam jantan berwarna putih berjengger merah sedang berkokok, perlambang kepahlawanan nasional Sultan Hasanuddin yang berasal dari Gowa.
- Di tengah-tengah berdiri sebatang pohon lontar, berwarna hitam, buah sembilan biji berwarna merah, perlambang kebudayaan Gowa sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
- Latar belakang lambang nampak sinar warna kuning emas dengan pancaran tujuh belas, perlambang Proklamasi 17 Agustus dan daun nyiur melambai, perlambang tanah airku Indonesia.
ARTI WARNA :::
1.
Warna putih berarti kesucian
2.
Warna hitam berarti keabadian
3.
Warna merah berarti kejayaan
4.
Warna kuning berarti keluhuran
5.
Warna hijau berarti kesuburan.